OBAT JERAWAT HERBAL

OJH-6 adalah obat jerawat herbal yang terbuat dari 6 rempah-rempah asli nusantara dan aman di gunakan dan tidak ada efek samping, karena murni rempah-rempah.

OJH-6 juga bermanfaat untuk penyakit alergi lainnya seperti jerawat, gatal-gatal, sakit gigi dan bahkan bisa digunakan pada cuaca dingin untuk menghangatkan badan.

Kesembuhan dari Allah, tapi manusia tidak lain harus mengambil sebab-sebab kesembuhan, OJH-6 insya Allah. Setiap penyakit ada obatnya, setelah berusaha dan mengambil sebab-sebab kesembuhan, lalu kita berdoa kepada Allah, karena Dia-lah penyembuh yang hakiki. Adapun obat hanya sarana dan asbab adapun kesembuhan adalah dari Allah.

Allah pernah berfirman :

"Faidza maridhtu, fa huwa yasyfiik." (al-Qur'an).
(Artinya, "apabila aku sakit, maka Dia (Allah)-lah yang akan menyembuhkan.")

Setiap penyakit pasti ada obatnya, dan obat kimiawi sering menimbulkan efek samping lain pada pengguna. Karena itu beralihlha ke obat-obatan herbal, insya Allah aman. Ingin pesan silahkan.

Harga : Rp.55.000; (sudah termasuk ongkos kirim di seluruh indonesia)
Pemesanan :

HP      : 087866790131 (sms),
Email   : rumman.electricalengineering@gmail.com
fb        : Ummu Rumman
Twiter : @RummanUmmu

Pembayaran : Melalui rekening owner kami, dan konfirmasi no rekeningnya nanti melalui sms.

Format pemesanan : Nama#OJH-6#pesan1#Alamatlengkap#Kodepos.

Kirim ke nomer diatas.

Contoh : Aisyah#OJH-6#pesan1#Jl.Ahmad Yani.no 15 Surabaya-Jawa Timur#61153.

Bagi yang ingin memesan, silahkan bisa melalui HP, email, fb, Twiter

Baarakallahu fiikum

Related Posts:

OJH-6 (OBAT JERAWAT HERBAL-6)


OJH-6 adalah obat jerawat herbal yang terbuat dari 6 rempah-rempah asli nusantara dan aman di gunakan, dan tidak ada efek samping, karena murni rempah-rempah.

OJH-6 juga bermanfaat untuk penyakit alergi lainnya. Kesembuhan dari Allah, tapi manusia tidak lain harus mengambil sebab-sebab kesembuhan, OJH-6 insya Allah. Setiap penyakit ada obatnya, setelah berusaha dan mengambil sebab-sebab kesembuhan, lalu kita berdoa kepada Allah, karena Dia-lah penyembuh yang hakiki. Adapun obat hanya sarana dan asbab adapun kesembuhan adalah dari Allah.

Allah pernah berfirman :

"Faidza maridhtu, fa huwa yasyfiik." (al-Qur'an).
(Artinya, "apabila aku sakit, maka Dia (Allah)-lah yang akan menyembuhkan.")

Setiap penyakit pasti ada obatnya, dan obat kimiawi sering menimbulkan efek samping lain pada pengguna. Karena itu beralihlha ke obat-obatan herbal, dan obat herbal ini insya Allah aman karena terbuat dari rempah-rempah asli. Ingin pesan silahkan.

*Harga : Rp.55.000; (sudah termasuk ongkos kirim di seluruh indonesia)

*Pemesanan : 087866790131 (sms).

*Pembayaran : Melalui rekening owner kami, dan konfirmasi no rekening melalui sms.
Format pemesanan : Nama#OJH-6#pesan1#Alamatlengkap#Kodepos.

Kirim ke nomer diatas.

Contoh : Aisyah#OJH-6#pesan1#Jl.Ahmad Yani.no 15 Surabaya-Jawa Timur#61153.

Bagi yang ingin memesan, silahkan hubungi nomer diatas. :-)

Baarakallahu fiikum

Related Posts:

PERJALANAN ILMU NAHWU

Hai cantik... kita berbicara b.arab nih. Gimana sih awal mula penyebaran ilmu nahwu itu...? Gini ceritanya nih.... :-)

Dahulu pada masa Nabi dan sahabat, belum ada kesalahan dalam berbahasa arab, namun setelah masa shahabat dan telah banyak manusia menyebar dimana-mana dan orang-orang ajm (orang bukan arab) pun banyak berdatangan ke arab dan bergaul dengan orang arab, belum lagi para budak dari luar arab menetap dan tinggal diarab, otomatis mereka-pun mulai menggunakan bahasa arab sebagai bahasa harian mereka. Bahasa arab yang fasih dari quraisy mulai rusak dan terkikis.

A. Kesalahan pertama terjadi pada masa Umar bin Khaththab

Ada tiga kesalahan pada zaman umar dan dari sini awal dimulainya ada perhatian untuk membenahi kesalahan dalam ilmu nahwu.

Kesalahan pertama :

1. Sekertaris Abu Musa al-asy-ari radhiyallahu ‘anhu menulis surat kepada umar atas nama Abu Musa al-Asy-ari dan pada bagian atas surat tertulis :
“Min Abu Musa al-Asy-ari ....”

Umar yang membaca surat tersebut dan tau ada kesalahan Umar marah dan berkata, cambuklah sekertaris Abu Musa karena kesalahannya. Lalu sekertaris itupun di cambuk.

Dari sini para ulama membolehkan dihukum cambuk orang yang keliru dalam berbahasa arab. Kalimat diatas seharusnya :

“Min Abi Musa al-Asy-ari....” (Artinya : dari Abi Musa al-Asy-ari)
Min adalah huruf jar, dia memajrurkan isim yang jatuh setelahnya.

Kesalahan kedua :

2. Kejadian kedua. Umar pernah melewati suatu kaum. Mereka sedang berlatih memanah, namun bidikan mereka selalu meleset. Umar memandang mereka dengan sinis. Kaum itupun berkata :
 "Innaa qaumun muta’allimiin”

Mendengar kesalahan itu umar berkata :

“Kesalahan kalian dalam memanah itu lebih ringan dari kesalahan kalian dalam berbahasa”
Kalimat diatas seharusnya :

“Innaa qaumun muta’allimuun” (Artinya : Sesungguhnya kami suatu kaum yang masih belajar).
Qaumun dan muta’allimun adalah naat man’ut.

Kesalahan ketiga :

3. Kesalahan ketiga terjadi pada seorang da’I, kesalahan ini yang paling parah. Dia mengajarkan ilmu al-qur’an kepada seorang arab badui. Dan ayat yang diajarkan adalah surat at-taubah ayat 3. Dia mengajarkan badui dan dia berkata :

“………. Annallaaha bariiun minal musyrikiin wa rasuulihi.”
(Artinya : "Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang yang berbuat syirik dan dari Rasul-Nya")

Mendengar pengajaran yang janggal ini badui berkata : “Kalau demikian saya tidak mau mengikuti Muhammad."
Ustadz itu bertanya, kenapa?
Badui menjawab, “karena Allah berlepas diri dari orang musyrik dan Rasul-Nya.”

Orang badui ini lalu mengadukan kepada Umar bin Khaththab kejadian tersebut, Umar mengajarkan yang benar dan berkata “Mulai sekarang tidak boleh mengajarkan al-qur’an kecuali orang yang berilmu.”
Kalimat diatas kesalahannya sangat fatal dan lebih parah dari yang pertama dan kedua , karena maknanya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasulullah nabi-Nya. Da diantara makna baroah adalah Allah otomatis tidak mencintai Nabi-Nya, padahal beliau adalah khaliilullah! Ayat diatas seharusnya : “………. Annallaaha baariiun minal musyrikiin wa rasuuluhu.”
(Artinya : “ Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.”)

Wau atof pada kata warasuuluhu kembalinya bukan pada musyrikin, (pembahasannya isnya Allah akan datang di lain waktu secara terperinci, dan silahkan antum cari kemana atofnya kata warasuuluhu?

B. Kesalahan pada masa Ali bin Abi thalib

Pada zaman ali juga terdapat kesalahan, dan mulai zaman Ali inilah mulai ada perhatian serius dalam memperbaiki kesalahan dalam ilmu nahwu.

1. Kejadian pertama, Abul aswad ad-Duali berjalan bersama anaknya dalam sebuah perjalanan safarnya, anaknyamenatap langit dan takjub melihat bintang-bintangnya. Dia ingin ungkapkan rasa takjubnya tersebut namun dia salah, dia berkata :

“Maa ajmalus samaa-i?” (Artinya : "Apakah yang paling indah di langit?)Ayahnya menjawab : “ Nujuumuhaa” (Bintang-bintangnya.!)

Dia berkata, "Aku tidak bertanya ayah, tapi aku sedang takjub."

Ayahnya yang ahli dalam bidang nahwu berkata, "Jika kamu ingin takjub, bukan seperti itu kalimatnya, tapi "Maa ajmalas samaa-a! (Artinya : “alangkah indahnya langit.!”)

Setelah tau anaknya salah dan tidak memahami ilmu nahwu dan kaidah shahih dalam berbahasa arab, maka Abul aswad ad-Duali mendatangi khalifah Ali bin Abi Thalib dan meminta pendapatnya dan menyampaikan keresahannya akan terkikisnya bahasa arab fasih kaum quraisy, yaitu bahasa arab al-Qur’an! Jika tidak dari sekarang diajarkan ilmu bahasa arab yang fushshah (bahasa arab yang fasih), maka kapan lagi?!

Maka Khalifah Ali bin Abi Thalib setuju dan berkata : “Unhu haadzan nahwa” (Artinya : “Teruskanlah arah ini”).

Dari sini pertama kali muncul istilah NAHWU, yaitu dari perkataan Ali bin abi Thalib diatas. Dan nahwu artinya arah.!

Sejak saat itu mulailah diajarkan ilmu nahwu untuk memahami harokat akhir suatu kata oleh Abul aswad ad-Duali.

Wallahu a'lam.

*Akan datang kisah tentang perjalanan ilmu nahwu hingga sampai pada kita saat ini insya Allah
kita mulai dari Abul aswad ad-Duali. Jangan lupa dan kunjungi juga situs kami www.al-mubarok.com
____________
Dari faedah pelajaran Mukhtaaraatu qowaaidil lughathil 'arabiiyyati min ma'hadil furqaanil islami

Related Posts:

ALLAH TIDAK SERUPA DENGAN MAKHLUKYA

Hai cantik.... apa kabar semua? 
Kita akan membahas tentang Allah nih...

Ayat dibawah ini adalah ayat yang menafikan bahwa Allah tidak sama dengan siapapun dari makhluk-makhluknya. Karena nama-nama Allah semuanya husna (di puncak kebaikan) dan sifat-sifatnya 'ulya (tinggi dengan kesempurnaan ketinggian-Nya)  dengan tidak ada cacat didalamnya,. Nah untuk diketahui bahwa Allah tidak serupa dengan sesuatu apapun. Allah berfirman :
"Laisa kamitslihi syaiun wa huwas samii'ul bashiir. (Asy-Syura : 11)

"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura : 11)

Ayat ini adalah ayat yang menafikan bahwa Allah tidak sama dengan siapapun dari makhluk-makhluknya. Karena nama-nama Allah semuanya husna (di puncak kebaikan) dan sifat-sifatnya 'ulya (tinggi dengan kesempurnaan ketinggian)  dan tidak ada cacat didalamnya, dan Allah tidak serupa dengan sesuatu apapun. -Kata Laisa diatas adalah penafian (meniadakan).
 -huruf Kaf diatas bermakna seperti
-kata mitsli juga bermakna seperti
-kata hi adalah domir (kata ganti) yang kembali kepada Allah Yang ingin dibahas disini adalah kata kamitslihi.

 Kata ini terdiri dari 3 unsur kata yang menjadi satu makna, yaitu Kaf + Mitsli + Hi Jadi makna ayat :  "Laisa kamitslihi syaiun wa huwas samii'ul bashiir. (Asy-Syura : 11) 

"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura : 11)

Kenapa kita mengetahui bahwa pada kalimat diatas ada penafian yang sangat tegas? Karena ada huruf jar Kaf yang bermakna seperti. Tanpa menambah huruf jar (kaf)-pun ayat diatas sudah menunjukkan tidak ada yang serupa dengan Allah hanya saja Allah benar-benar ingin menegaskan hal itu. Jika huruf kaf dihapus tidak akan merubah makna ayat diatas.

Contoh :
-Laisa mitsla syaiun wa huwas samii'ul bashiir. ("Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha       Melihat."). Maknanya tidak berubah. 

Namun menambahkan huruf jar kaf sebagai pada ayat diatas sebagai penguat bahwa benar-benar tidak ada yang serupa dengan Allah  dan  Allah telah menafikan itu semua dengan kata laisa.

Dalam bahasa arab kalimat terbagi 3 :
-Isim (kata benda)
-Fi'il (kata kerja)
-Huruf 

Huruf terbagi 2 :
-Huruf mabaani (huruf yang tetap atau tidak memiliki makna) => contoh : huruf hijaiyah A, Ba, Ta Tsa dll.
-Huruf ma'ani (huruf yang memiliki makna) => contoh : Wa (dan), Au (atau) Min (dari) dll. 

Diantara huruf ma'ani adalah huruf jar (bagi yang ingin belajar b.arab online silahkan kunjungi www.al-mubarok.com). Diantara huruf jar adalah Kaf diatas. 

Huruf Kaf terbagi 2
1. Huruf kaf bermakna Litasybih (penyerupaan). Atau lebih jelasnya litasybih yaitu menyamakan dua dzat yang berbeda.
2. Huruf kaf bermakna Zaaidah litaukid (tambahan untuk menguatkan). Atau lebih jelasnya dia tidak bermakna seperti tapi hanya tambahan saja yang tidak boleh diterjemahkan dengan kata seperti.

Untuk membedakan antara dua huruf jar kaf diatas, ada kaidahnya.
1. jika kaf memajrurkan (mengkasrahkan) isim yang berbeda makna dengan dirinya maka dia bermakna litasybih.Contoh : Aliyyun kal asadi (Ali seperti singa), Muhammadun kal jibaali (Muhammad seperti gunung) dll. 

Ali dan singa adalah dua dzat yang berbeda demikian pula Muhammad dan jibaal, dan kaf disini harus dimaknakan dengan litasybih karena kaidahnya seperti itu, sehingga maknanya adalah Ali dia seperti singa yaitu keberaniannya.

2. Jika kaf memajrurkan isim yang semakna dengan dirinya maka dia bermakna Zaaidah litaukid atau bisa disebut litaukid saja.Contoh : 

Allah berfirman :
"Laisa kamitslihi syaiun wa huwas samii'ul bashiir. (Asy-Syura : 11)
"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura : 11)

Kata kaf  dan misli diatas memiliki makna yang sama yaitu serupa, namun jika kaf memajrurkan isim yang semakna dengan dirinya maka dia bermakna Zaaidah litaukid dan tidak boleh dimaknakan dengan arti serupa atau semisal. Sehingga makna yang benar adalah :

"Laisa kamitslihi syaiun wa huwas samii'ul bashiir. (Asy-Syura : 11) ("Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.")

Jika kita maknakan kata kaf pada ayat diatas dengan misli (seperti), maka kalimat pada ayat diatas akan seperti ini : 

"Laisa mitsla mitslihi syaiun...." Artinya : Tidak ada yang serupa dengan serupaannya Allah." 

Dengan ucapan ini kita justru jatuh kedalam syirik, karena kita menganggap Allah punya kembaran, sehingga kita menafikan bahwa tidak ada yang serupa dengan kembarannya Allah, padahal Allah tidak punya kembaran!! Waliyaadzubillah. 

Seperti itulah maknanya jika kita mengartikan kata kaf yang memajrurkan isim yang semakna dengan dirinya (atau huruf jar kaf zaaidah litukid) dengan arti seperti. 

Ini menunjukkan kita harus terus belajar dan mencari sanad ilmu yang lebih banyak agar kita terangkat dari kejahilan diri kita. Walhamdulillah.

Masih banyak faedah-faedah qowaid yang ingin saya tulis disini, dan insya Allah dilain waktu. Semoga bermanfaat.

Related Posts:

ALLAH TIDAK SERUPA DENGAN MAKHLUKYA

Hai cantik.... apa kabar semua?
Kita akan membahas tentang Allah nih...

Ayat dibawah ini adalah ayat yang menafikan bahwa Allah tidak sama dengan siapapun dari makhluk-makhluknya. Karena nama-nama Allah semuanya husna (di puncak kebaikan) dan sifat-sifatnya 'ulya (tinggi dengan kesempurnaan ketinggian-Nya)  dengan tidak ada cacat didalamnya,. Nah untuk diketahui bahwa Allah tidak serupa dengan sesuatu apapun.

Allah berfirman :
 "Laisa kamitslihi syaiun wa huwas samii'ul bashiir. (Asy-Syura : 11)
"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura : 11)

Banyak orang yang terjatuh dalam kesalahan yang fatal dan bahkan sangat fatal, ketika memaknai kata kamitslihi pada ayat diatas dengan mengatakan "Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa-yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Saya menulis ini karena sayapun dahulu pernah salah memahami hal ini. Kesalahan bermula dari salah tanggap dalam sebuah kajian ilmiyah, Ustadz mengatakan A saya menanggapi B dan saya tidak bertanya lebih lanjut kepada Ustadz-nya tentang makna ayat tersebut. Lalu saat saya terus belajar, saya pun semakin tau bahwa ilmu itu terkadang bisa salah ketika sampai kepada kita, karena faktor-faktor lelah, letih dan semisalnya.

Sebelumnya saya berkata bahwa huruf Kaf diatas bermakna seperti. nah ketika huruf ini bertemu dengan kalimat dibelakangnya yaitu mitsli yang juga bermakna seperti, maka disitu saya pun mengambil kesimpulan bahwa ada dua kata "seperti" pada ayat diatas. Dan anggapan ini ternyata salah. Saya mengetahui kesalahan ini setelah saya terus belajar.

Dalam kaidah bahasa arab, huruf jar Kaf terbagi dua :
1. Huruf jar kaf bermakna Litasybih (penyerupaan). Lebih tepatnya litasybih yaitu menyamakan dua dzat yang berbeda.
B. Huruf jar kaf bermakna Zaaidah litaukid (tambahan untuk menguatkan). Atau lebih jelasnya dia tidak bermakna seperti tapi hanya tambahan saja yang tidak boleh diterjemahkan dengan kata seperti.

Untuk membedakan antara dua huruf jar kaf diatas, ada kaidahnya.
1. jika kaf memajrurkan isim (kata benda) yang berbeda makna dengan dirinya maka dia bermakna litasybih.
Contoh : Aliyyun kal asadi (Ali seperti singa), Muhammadun kal jibaali (Muhammad seperti gunung) dll.
Ali dan asad adalah dua dzat yang berbeda demikian pula Muhammad dan jibaal, dan kaf disini harus dimaknakan dengan litasybih karena kaidahnya seperti itu, sehingga maknanya adalah Ali dia seperti singa yaitu keberaniannya.

2. Jika kaf memajrurkan isim yang semakna dengan dirinya maka dia bermakna Zaaidah litaukid atau bisa disebut litaukid saja.
Contoh :  
Allah berfirman :
 "Laisa kamitslihi syaiun wa huwas samii'ul bashiir. (Asy-Syura : 11)
"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura : 11)

Kata kaf  dan misli diatas memiliki makna yang sama yaitu serupa, namun jika kaf memajrurkan (meng-kasrohkan)  isim (kata benda) yang semakna dengan dirinya maka dia bermakna Zaaidah litaukid dan tidak boleh dimaknakan dengan arti serupa atau semisal. Sehingga makna yang benar adalah :

"Laisa kamitslihi syaiun wa huwas samii'ul bashiir. (Asy-Syura : 11)
"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura : 11)

Jika kita maknakan kata kaf pada ayat diatas dengan misli, maka kalimat pada ayat diatas akan seperti ini :
"Laisa mitsla mitslihi syaiun...." Artinya : Tidak ada yang serupa dengan serupaannya Allah."

Dengan ucapan ini kita justru jatuh kedalam syirik, karena kita menganggap Allah punya kembaran, sehingga kita menafikan bahwa tidak ada yang serupa dengan kembarannya Allah. Padahal Allah tidak punya kembaran. Waliyaadzubillah. Seperti itulah maknanya jika kita salah mengartikan kata kaf yang memajrurkan isim yang semakna dengan dirinya.

Ini menunjukkan kita harus terus belajar dan mencari sanad ilmu yang lebih banyak agar kita terangkat dari kejahilan diri kita. Walhamdulillah tugas saya sudah selesai.

Masih banyak faedah-faedah qowaid yang ingin saya tulis disini, dan insya Allah dilain waktu.

Semoga bermanfaat.

Related Posts: